Assikalaibineng, Kitab Persetubuhan Orang Bugis



BONETERKINI.COM--SEBAGAIMANA di kebudayaan lainnya, seks bagi masyarakat Bugis selalu dipandang sebagai sesuatu yang eksklusif, sakral, dan tabu untuk dibicarakan secara luas.

Maka pengetahuan tentang hal itu sedapat mungkin dijaga dengan rapat. Selain karena ini menyangkut pola komunikasi paling personal antara sesama manusia, seks juga dipandang sebagai bagian dari kehormatan manusia.


Adalah Muhlis Hadrawi yang menjadi salah satu dari sekian ahli naskah kuno Universitas Hasanuddin yang mengungkap bahwa di masyarakat Bugis, pengetahuan tentang seks sebenarnya juga terangkum dan terdokumentasi dengan baik.

Berbekal ketekunan menghimpun naskah kuno Bugis dalam bentuk lontara, lahirlah buku Assikalaibineng, Kitab Persetubuhan Bugis yang diterbitkan Penerbit Ininnawa akhir tahun lalu.

Buku ini sekaligus menjadi penjelas dari sekian tabir yang hanya bisa dilewati orang tertentu sejak dulu kala.

Dan, uniknya, semua pengetahuan itu masih bisa dipraktikkan dengan baik di zaman modern ini.

Berbeda dengan Kama Sutra yang lebih mengedepankan pada teknik belaka, Assikalaibineng lebih dari hal itu.

Pengetahuan tentang organ genital dan alat reproduksi, filosofi seks, teknik penetrasi, sentuhan bagian sensitif, penentuan jenis kelamin, pengendalian kehamilan, serta waktu baik untuk berhubungan intim, juga terangkum di dalamnya.

Tak hanya itu, juga terdapat pengetahuan cara membuat istri tetap seksi dan berwajah cerah dengan menggunakan medium seks. Pengobatan alat kelamin pun dibahas dengan indah.


Mari kita simak Assikalaibineng memandang seks dari sudut agama pada halaman 113. “dan perbaikilah perasaanmu kepada Allah. Apabila kami telah berbaring, nitkanlah menempatkan neraka di kiri dan surga di kanan…”

Atau pada teknik pendahuluan (foreplay) di halaman 92 yang bercerita mengenai tindakan apa saja yang bisa membangkitkan gairah. “Lalu ciumlah pipi kirinya tiga kali kemudian bacalah ini. Cium lagi pangkal lehernya dan bacalah ini…”

Soal bagaimana mendapatkan anak berkulit putih pun dijelaskan, seperti halaman 93. “Adapun untuk mendapatkan anak berkulit putih kita melakukannya waktu Isya. Anak yang berkulit hitam, kita melakukannya tengah malam. Anak berkulit kemerah-merahanan pada antara dua waktu itu melakukannya.

Lalu yang tak alah menakjubkan dari kitab ini yakni betapa orang Bugis, terutama yang menguasai kitab ini, memahami dengan benar jenis-jenis organ genital wanita.

Cara mengungkapkannya pun sangat simbolik dengan mengasosiasikannya dengan bunga yang cenderung mekar. Pada jenis tertentu ada yang disebut dengan bunga melati atau bunga sibollo.


Pada akhirnya, sebagai karya yang diadaptasi dari disertasi yang dipertahankan di Universitas Indonesia, apa yang dibuat oleh Muhlis Hadrawi menjadikannya khasanah pengetahuan kita tentang seks, lebih meluas lagi.(*) 

Sumber : Unhas TV
Komentar

Berita Terkini